Adakah rumah engkau miliki? tanyanya.
Empat puluh hari di jalanan
Menerjang embun dan
mungkin hujan
Lebat
Hebat
Seanggun air dan daun jatuh
Merayap bagai serangga meludah
Perempuan yang lupa rumah menoleh
Abai dengan ramai
Mengepak sayap di bawah ketiak basah
Lima menit sebelumnya
Ia hampir melompat dari jembatan gantung nasib
Pemuda datang melengking nyaring tidak bersuara
Baca juga:
Andai suara benar-benar nyata
Andai bising benar-benar menyingsing
Andai tidak hanya debar yang terdengar
Andai dua manusia tidak ditemukan dalam keadaan demikian
Adakah rumah engkau miliki? tanya pemuda lagi
Perempuan turun dari jembatan
Nasibnya menyentuh tanah kelahiran
Melahirkan ingatan-ingatan yang hampir melayang bersama nyawa
Selamat. Hari hampir gelap.
Waktu sedang berpihak, diulangnya kejadian sewaktu kecil
Ketika perempuan hilang di pasar
Ketika seorang pedagang bertanya di mana dia punya tempat tinggal
Kemudian diantarnya dia pulang, ke rumah
Bertemu ibu yang menangis tersedu
Memeluk temu, mengusir haru
Semangkuk bakso dibeli untuk perjumpaan ibu dan anak itu
Sekarang dia menyesal
Mestinya dia benar-benar hilang
Sebab suara telah pudar
Temu hanya ilusi
Sepi-sunyi
Tidak akan ada ibu dan bakso,
apalagi pelukan hangat yang dekat
Sedang sebuah pertanyaan dari pemuda entah siapa
Tidak berjawab.
![]() |
Gambar oleh Free-Photos dari Pixabay |
2 Comments
Cieh puisi
ReplyDeleteBelajar menulis untuk sesuatu yang tidak pernah kau tulis.
Delete